PT Astra Honda Motor (AHM) masih melakukan impor motor mesin 250 cc ke atas untuk kebutuhan konsumen di dalam negeri. Motor-motor tersebut didatangkan dalam bentuk utuh atau completely build up (CBU) dari Thailand sebagai salah satu basis produksi 'motor gede' Honda setelah Jepang.
Direktur Marketing AHM Thomas Wijaya mengatakan bahwa alasan CBU 'moge' karena penjualan motor premium di Indonesia belum memuaskan bagi AHM. Oleh karenanya, menurut Thomas jika AHM memaksakan untuk produksi lokal dan meninggalkan skema impor utuh atau CBU bakal berdampak kepada kerugian untuk perusahaan.
"Bigbike Indonesia di atas 250 cc ini (pasar) tidak terlalu besar. Karena yang besar itu di bawah 250 cc. Melihat kondisi ini kami memutuskan terutama melihat dari segi cost (biaya) memang untuk memproduksi di atas 250 cc, lebih baik kami CBU," kata Thomas di Bandung, akhir pekan lalu.
Hal yang sama juga diungkapkan Presiden Direktur AHM Toshiyuki Inuma. Inuma bilang pasar motor besar di Indonesia belum terlalu menggeliat sehingga produksi lokal belum menjadi strategi bisnis Honda. Kendati demikian, Inuma menyampaikan itu bukan berarti pabrik AHM tidak mampu merakit 'bigbike'.
"Kalau ditanya apakah AHM bisa atau tidak untuk produksi, ya bisa. Saat ini kami udah produksi 250 cc. Jadi secara teknologi kami mampu. Tapi memang untuk saat ini akan melalukan atau kapan dilakukan, pilihan kami ya belum," ucap Inuma.
Thomas melanjutkan selama 2018 moge Honda di Indonesia telah terjual sekitar 500 unit, terdiri dari moge mesin 500 cc sampai di atas 1.000 cc.
Moge Honda paling laris adalah CMX500 Rebel dengan kontribusi 70 persen dan disusul CB500X sebesar 15 persen. Sedangkan kontribusi CB650 terhadap penjualan sekitar lima persen,
"Meski paling laris Rebel, kami menilai untuk 500 series lainnya penjualan masih tetap baik," ucap Thomas.
Thomas menyampaikan bahwa daerah Jakarta dan Jawa Barat masih menjadi kawasan potensial bagi Honda untuk pasar motor besar.
"Paling banyak Jawa, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Surabaya, sampai Bali. Di luar itu ada Kalimantan, Sulawesi. Dan 90 persen penjualan kami itu masih pasar konsentrasi di Jawa dan Bali, terutama Jakarta dan Jawa Barat," ujar Thomas.
Executive Vice President Director AHM Johannes Loman menuturkan bahwa hitung-hitungan bisnis Honda jika menjual 500 unit moge dalam satu tahun dianggap belum bisa untuk menambah investasi merakit moge di dalam negeri. Namun sebaiknya Loman tidak bisa menyebutkan angka penjualan ideal agar Honda bisa merakit moge di Indonesia.
"Jadi kalau itungan memang 500 unit setahun, itu belum masuk. Kalau ditanya berapa ya harus dihitung. Tidak bisa sesederhana itu. Kadang motor kecil pun ya kalau dengan teknologi berbeda dan apa bisa jadi mahal belum tentu visibel," ungkap Loman.
Thomas menambahkan kebijakan tentang pembatasan impor melalui penambahan nilai pajak sepeda motor besar, khususnya mesin di atas 500 cc oleh Kementerian Keuangan dirasa tidak mengganggu penjualan produk premium Honda.
"Tapi sejauh ini tidak ada hambatan berarti," tutup Thomas. [cnnindonesia.com]
Direktur Marketing AHM Thomas Wijaya mengatakan bahwa alasan CBU 'moge' karena penjualan motor premium di Indonesia belum memuaskan bagi AHM. Oleh karenanya, menurut Thomas jika AHM memaksakan untuk produksi lokal dan meninggalkan skema impor utuh atau CBU bakal berdampak kepada kerugian untuk perusahaan.
"Bigbike Indonesia di atas 250 cc ini (pasar) tidak terlalu besar. Karena yang besar itu di bawah 250 cc. Melihat kondisi ini kami memutuskan terutama melihat dari segi cost (biaya) memang untuk memproduksi di atas 250 cc, lebih baik kami CBU," kata Thomas di Bandung, akhir pekan lalu.
Hal yang sama juga diungkapkan Presiden Direktur AHM Toshiyuki Inuma. Inuma bilang pasar motor besar di Indonesia belum terlalu menggeliat sehingga produksi lokal belum menjadi strategi bisnis Honda. Kendati demikian, Inuma menyampaikan itu bukan berarti pabrik AHM tidak mampu merakit 'bigbike'.
"Kalau ditanya apakah AHM bisa atau tidak untuk produksi, ya bisa. Saat ini kami udah produksi 250 cc. Jadi secara teknologi kami mampu. Tapi memang untuk saat ini akan melalukan atau kapan dilakukan, pilihan kami ya belum," ucap Inuma.
Thomas melanjutkan selama 2018 moge Honda di Indonesia telah terjual sekitar 500 unit, terdiri dari moge mesin 500 cc sampai di atas 1.000 cc.
Moge Honda paling laris adalah CMX500 Rebel dengan kontribusi 70 persen dan disusul CB500X sebesar 15 persen. Sedangkan kontribusi CB650 terhadap penjualan sekitar lima persen,
"Meski paling laris Rebel, kami menilai untuk 500 series lainnya penjualan masih tetap baik," ucap Thomas.
Thomas menyampaikan bahwa daerah Jakarta dan Jawa Barat masih menjadi kawasan potensial bagi Honda untuk pasar motor besar.
"Paling banyak Jawa, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Surabaya, sampai Bali. Di luar itu ada Kalimantan, Sulawesi. Dan 90 persen penjualan kami itu masih pasar konsentrasi di Jawa dan Bali, terutama Jakarta dan Jawa Barat," ujar Thomas.
Executive Vice President Director AHM Johannes Loman menuturkan bahwa hitung-hitungan bisnis Honda jika menjual 500 unit moge dalam satu tahun dianggap belum bisa untuk menambah investasi merakit moge di dalam negeri. Namun sebaiknya Loman tidak bisa menyebutkan angka penjualan ideal agar Honda bisa merakit moge di Indonesia.
"Jadi kalau itungan memang 500 unit setahun, itu belum masuk. Kalau ditanya berapa ya harus dihitung. Tidak bisa sesederhana itu. Kadang motor kecil pun ya kalau dengan teknologi berbeda dan apa bisa jadi mahal belum tentu visibel," ungkap Loman.
Thomas menambahkan kebijakan tentang pembatasan impor melalui penambahan nilai pajak sepeda motor besar, khususnya mesin di atas 500 cc oleh Kementerian Keuangan dirasa tidak mengganggu penjualan produk premium Honda.
"Tapi sejauh ini tidak ada hambatan berarti," tutup Thomas. [cnnindonesia.com]
Tidak ada komentar