Desa Bulakpepe, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, mulai dikenal banyak orang sebagai "kampung kerbau". Julukan ini telah tersemat lama pada desa ini karena mayoritas warganya adalah pemelihara kerbau.
Rupanya, kebiasaan masyarakat Bulakpepe memelihara kerbau telah ada sejak era penjajahan. "Kerbau di Dusun Bulakpepe itu sudah turun temuru, sejak zaman penjajahan Belanda itu sudah ada. Dulu kerbau diambil tenanganya," tutur Warsito kepada Intisari (23/10/2018).
Menurut cerita Warsito, masyarakat Bulakpepe dulu memelihara kerbau karena digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, terutama dalam bidang pertanian. Seperti yang kita tahu, beberapa kegiatan dalam pertanian seperti membajak sawah dulu menggunakan tenaga kerbau tidak seperti sekarang yang telah beralih ke traktor.
Seiring kemajuan teknologi, masyarakat Bulakpepe kini menjadikan kerbau sebagai peliharaannya untuk investasi ekonomi, terang Warsito. Jumlah kerbau yang ada di Dusun Bulakpepe mencapai 500 ekor lebih. Rata-rata setiap orang warga memiliki 5 ekor kerbau, bahkan ada yang mencapai 25 ekor kerbau.
Berdasarkan penuturan salah satu warga yang juga memelihara kerbau, Mujiono, kerbau di Dusun Bulakpepe tak ubahnya adalah harta yang paling berharga. Menurutnya, ia dan juga masyarakat Dusun Bulakpepe pun lebih memilih menyimpan uangnya dalam bentuk peliharaan kerbau daripada menyimpannya di bank.
"Kalu orang desa itu kebanyakan kalau disimpan (hartanya) dalam bentuk uang, nanti cepat habis, kan penghasilannya tidak menentu," kata Mujiono.
"Kalau di bank juga, ambil sedikit-sedikit akhirnya habis, jadi milihnya kerbau. Kalau kerbau kan kalau butuh uang cuma sedikit, eman (sayang) mau jual," tambahnya.
Mujiono sendiri memelihara empat ekor kerbau, ia pernah menjual satu ekor kerbaunya yang masih berumur 1 tahun seharga Rp12 Juta.
Menurut keterangan masyarakat, harga jual kerbau bisa antara Rp 7 juta hingga Rp25 juta per ekornya, tergantung kondisi kerbaunya. Yang paling mahal adalah kerbau jantan, harganya bisa mencapai Rp25 juta.
Kalau dihitung-hitung, dengan asumsi harga satu ekor kerbau Rp15juta, Mujiono kini memiliki tabungan senilai Rp60 juta.
Lain Mujiono, lain lagi dengan Ngatiyem, perempuan yang usianya sudah 60 tahun ini mengaku memiliki kerbau sebanyak 7 ekor. Ngatiyem mengaku kerbau tersebut sebagai simpanan yang dapat dijual apabila ada keperluan mendadak.
Sebanyak 7 ekor kerbau milik Ngatiyem apabila diasumsikan per ekornya Rp15 juta, maka perempuan yang menggembala sendiri kerbaunya itu memiliki tabungan Rp105 juta.
Sagi, yang kandang kerbaunya tak jauh dari Ngatiyem juga menceritakan dirinya memiliki 10 ekor kerbau. Sama, kerbau-kerbau tersebut adalah investasinya yang apabila dirupiahkan bisa mencapai Rp150 juta.
Kerbau dipilih sebagai investasi masyarakat Bulakpepe juga karena menjualnya yang mudah. Cukup menelepon pembelinya dari tetangga desa, mereka akan mengambilnya ke Dusun Bulakpepe.
Biasaya masyarakat Bulakpepe akan menjuak kerbaunya untuk keperluan anak sekolah, membeli tanah, atau saat musim kemarau ketika rumput di hutan sedang jarang.
Kini, selain menjadi investasi ekonomi masyarakat, kerbau-kerbau di Dusun Bulakpepe juga menjadi daya tarik wisata. Ini tak lepas dari sudah jarangnya masyarakat desa yang memelihara kerbau.
Selain itu, Bulakpepe juga diketahui sebagai desa yang paling banyak warganya memelihara kerbau di Kabupaten Ngawi, bahkan Provinsi Jawa Timur, menurut Kepala Dusunnya.
Tidak ada komentar